Subscribe:

Ads 468x60px

Beranda

Sabtu, 26 November 2011

Sebuah Tulisan Untuk Indonesia II

Warning: TULISAN INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK KAUM MISKIN

Halo semuanya, selamat pagi untuk saudara-saudara sekalian, saya mengucapkan selamat pagi karena ketika saya menulis tulisan ini beruntung sekali berada saat pagi hari yang cerah, dimana sebelumnya hujan menggerus derai daerah yang saya tempatkan, tepatnya daerah purwokerto ini (banyumas). mungkin hujan yang deras sebelumnya menandakan bahwa kota ini terus menangis melihat keadaan dimana masih banyaknya kemiskinan yang melanda daerah ini, angka putus sekolah amatlah tinggi, tingkat perkembangan menuju kemodernan (kalo bahasa kerennya sih modernisasi) yang berdampak pada rusaknya lingkungan sekitar daerah ini, demoralisasi dan terakhir modal berserakan dimana-mana kemudian keuntungan dari modal tersebut tidak didistribusikan merata kembali kepada warga sekitar. Ini adalah permasalahan yang saya temukan menurut analisis otak saya, murni dari otak saya jadi saya mohon maaf kepada pembaca sekalian bila permasalahan yang saudara temukan dipurwokerto berbeda dengan yang saya temukan. Namun saya yakin saudara-saudara sekalian berkenan untuk memaafkan kesalahan saya atas perbedaan kita. Karena manusia adalah tempatnya kebenaran dan kesalahan.
Dalam paragraf dua ini saya akan memperlihatkan apa yang saya lihat, apa yang saya rasakan, dan saya meminta tolong kepada pembaca sekalian untuk peka terhadap apa yang saya tulis, setidak-tidaknya apa yang saya tulis menyentuh batang paru-paru saudara sekalian walaupun belum sampai menyentuh bronkiolusnya, oh iya bila ada yang tidak setuju dengan tulisan saya, saya mohon maaf karena perbedaan kita, namun saya yakin perbedaan kita tidak akan membuat anda dan saya saling bunuh-bunuhan. Dari permasalahan kemiskinan banyumas, banyumas menyumbang kepada negara warga yang dikategorikan miskin untuk dipelihara sebanyak 300.000 jiwa, sekitar 20.20% dari jumlah penduduk banyumas sebanyak 1.500.000 jiwa. Saya ingatkan bahwa standar yang dipakai untuk mengkategorikan kemiskinan sangatlah minim, yaitu 1 dollar per hari berarti perbulan penghasilan perkepala keluarga sekitar 300.000an, makanya jangan percaya dulu dengan data-data yang disajikan, bisa jadi itu semua data tukang tipu. Kalo dijadikan  2 dollar pehari kemiskinan di banyumas akan menimpa 50% penduduk banyumas, artinya ada 750.000 orang. Dan saya berfikir bila 600.000 perbulan juga sangatlah minim.

Kalo cuma angka-angka belaka mungkin masih males nalarnya, saya akan analogikan dengan luas daerah banyumas seluas 1.327,60 km2. bila kita satukan seluruh warga miskin banyumas yang berjumlah 750.000 orang (walaupun saya berfikir orang miskin banyumas lebih dari ini) dan ditempatkan disebagian wilayah banyumas, anggap saja di kota purwokerto. Orang miskin akan memenuhi seluruh ruang kota hingga kepelosok-pelosoknya di kota purwokerto, WAW FANTASTIS! Yang mana apabila kita datang kesana yang ada hanyalah gizi buruk, kurang pangan, ketidakberdayaan dan keterbelakangan. Menurut analisis otak saya (dipengaruhi beberapa pemikiran sih, engga murni otak kalo yang ini) keadaan ini disebabkan oleh kesalahan pemaknaan tentang otonomi daerah (bahasa kerennya desentralisasi). Seharusnya pembangunan daerah disesuaikan dengan potensi lokal yang ada, namun yang terjadi malah terbalik saudara-saudara. Kota kita tercinta akan dikembangkan menjadi kota industri seperti jakarta, seharusnya bila kita lihat potensi lokal yaitu agraria, maka yang dikembangkan adalah lahan pertanian bukan penyempitan lahan pertanian untuk membangun gedung dan rumah-rumah real estate.
Selanjutnya angka putus sekolah di banyumas sangatlah tinggi sekitar 9000 siswa SMP tidak bisa melanjutkan ke SMA, berarti sekitar 37% dari lulusan SMP yang berjumlah 24.000 siswa (bersumber dari waktu saya ikut aksi nyumbang untuk anak putus sekolah di banyumas). Saya sangat sepakat dengan pernyataan yang dikemukakan H.A.R Tilaar, yang mana ia mengatakan bahwa pendidikan adalah penopang demokratisasi dan penanggulangan kemiskinan. Oke bila kita lihat APBD banyumas tahun 2011 adalah 1,446 triliun yang 80% sumbangan dari pajak (pajak yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat), bila alokasi untuk pendidikan adalah 21% maka dana untuk pendidikan sekitar 303,66 miliyar rupiah (ini kalo terlaksana dengan betul loh), artinya saya asumsikan untuk satu sekolah dapat menampung 400 siswa maka yang dibutuhkan adalah 23 sekolah untuk menampung siswa SMP yang putus sekolah, dan saya umpamakan budget untuk pembangunan sekolah, 1 sekolah adalah 4 milyar (berarti sekolahnya udah sekolah yang elit banget) 4 milyar dikalikan 23 samadengan 92 milyar, ditambah dengan biaya untuk anak sekolah, saya asumsikan 40 milyar, artinya dana untuk pendidikan hanya 132 milyar (tolong koreksi jikalau salah, karena perhitungan saya sangat sederhana). Dana 132 milyar belum mencapai budget anggaran yang 303,66 milyar, namun mengapa masih banyak angka putus sekolah? Menurut saya itu dikarenakan pemerintah banyumas hanya memfokuskan pembangunan pada pembangunan fisik saja, pendidikan dikesampingkan. Kondisi itu terlihat ketika anggaran untuk pendidikan yang 21% tidak terealisasikan.
Pada daerah banyumas yang berpotensi agraria, sudah harga mati bahwa pembangunan pertanian dikembangkan semaksimal mungkin, terlepas dari itu, saya akan menerangkan modal-modal yang berserakan dan tidak kembali (redistribusi) kepada masyarakatnya. Banyumas pada umumnya dan khususnya purwokerto akan menjadi pasar yang sangat potensial karena sekarang sudah sangat berwatak kapitalistik. Didaerah sendiri, pribumi menjadi babu dari tamu-tamu yang singgah. Banyak sekali pekerja yang susah payah bekerja dan mendapatkan upah yang sangat minim, sedangkan pemodal duduk santai tinggal menerima sebagian besar keuntungan (inilah kata mahatma gandhi termasuk 7 dosa sosial, kaya tanpa kerja keras). Jangan sampai segelintir orang mengakibatkan penderitaan sebagian besar orang. coba kita umpamakan kembali bila keuntungan di redistribusikan kembali pada masyarakat, yang terjadi adalah tidak adanya kemiskinan, hilangnya gizi buruk, kesejahteraan dan kemakmuran melanda daerah ini. Sungguh indah melihat suasana seperti itu. Namun keadaan itu hanyalah khayalan saya belaka.
Saya pernah singgah dipurwokerto ketika saya masih SMA, waktu itu kakak sayalah yang kuliah dipurwokerto, ketika waktu SMA kelas 1 saya kepurwokerto, saya merasakan kesejukan di sini. Masih banyak pohon-pohon rindang yang menangkal langsung sinar matahari sehingga cahaya tersebut tidak langsung bersentuhan dengan kulit saya. Udara yang sejuk, lalu lalang jalan yang tidak ramai. Sungguh nikmat bila dirasakan. Namun dibandingkan dengan sekarang, yang ada hanyalah kepanasan, pohon-pohon ditebangi untuk perluasan jalan mobil-mobil mewah, seiring perkembangan waktu saya berfikir lama-kelamaan purwokerto akan menjadi kota seperti jakarta. macet dimana-mana, pengemis ada disetiap sudut kota, gizi buruk melanda dan tata kota yang buruk.
Apakah yang saya rasakan juga dirasakan oleh saudara? Bila yang saya rasakan sama seperti yang saudara rasakan, bila yang saya lihat sama dengan yang saudara lihat, bila yang saya fikirkan sama seperti yang saudara fikirkan. Maka marilah kita ubah semua itu menjadi sebuah keadaan yang hendak kita wujudkan (tentunya menuju kemakmuran rakyat). Dan sekali lagi, bagi yang berbeda, saya tetap menghargai perbedaan saudara dengan saya, karena memang kita menjalani kehidupan yang berbeda (kecuali kalo kembar siam). Sebenarnya saya masih ingin banyak lagi menulis. Namun karena tangan saya sudah pegel untuk mengetik saya akan mengakhiri tulisan ini. saya mohon maaf sebesar-besarnya bila ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya, lagi dan lagi karena perbedaan saya dengan anda adalah suatu yang wajar dan saya menerima itu. Judul dan isi memang sengaja saya buat tidak nyambung karena memang saya sengaja buat tidak nyambung. Mungkin dengan beberapa hal yang saya ungkapkan, saya ingin mendengar suara teman-teman tentang apa yang teman-teman rasakan sekarang dibanyumas ini? permasalahan apa yang ada sekarang. Karena saya yakin saudara sekalian merasakan hal yang sama dengan saya, kalaupun tidak merasakan hal yang sama, ya tidak masalah, karena perbedaan kita tidak akan sampai membuat kita saling bermusuhan. ditulis di pagi hari tanggak 24 november 2011, renungan pagi.

Saya ingin meminta maaf kepada kaum miskin,

Maaf sebesar-besarnya saya alamatkan untuk kaum miskin,

Saya yakin anda bingung kenapa saya minta maaf kepada kaum miskin, namun memang inilah yang ingin saya sampaikan,

Sebuah ungkapan dari dalam jantung yang paling dalam,

Sebuah ungkapan dari sedalam-dalamnya lubuk hati yang terdalam,

Sebuah ungkapan ketika saya menulisnya terkucurlah air mata saya, tergetarlah sanubari saya, tersentaklah hati saya,

Saya ingin mengucapkan,

Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, Maaf, 

Maaf karena saya tidak merasakan penderitaan yang sama seperti yang engkau rasakan akibat dunia ini,

Maaf karena saya tidak merasakan kesakitan yang sama seperti yang engkau rasakan akibat dunia ini,

Maaf karena saya tidak bisa merasakan kehidupan gelap yang sama seperti yang engkau jalani di dunia ini,

Dan yang terakhir saya meminta maaf semaaf-maafnya yang terdalam,
Maaf karena sampai tulisan ini terbentuk, saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk engkau wahai kaum miskin, walaupun saya tahu keadaan buruk yang engkau jalani seperti apa.

Namun, hal yang bisa saya pastikan bahwa sampai tulisan ini dibuat saya berada dipihak anda wahai kaum miskin, walaupun saya tidak bisa memastikan masa depan saya,

Apakah saya tetap berpihak kepada anda atau tidak, namun doakan saya agar saya tetap bertahan dari arus yang membuat saya menyimpang dari cita-cita saya, dan tetap berjuang digaris yang benar untuk anda wahai kaum miskin.

0 comments:

Posting Komentar