Subscribe:

Ads 468x60px

Beranda

Senin, 27 Mei 2013

Pengalaman Memalukan Akibat Tidak Mencari Kebenaran


Membaca adalah sebuah aktivitas merekam jejak yang terdapat didalam sebuah tulisan untuk dapat terinfiltrasi kedalam otak. Saya adalah seseorang yang sangat rajin membaca, kalau terlalu sombong untuk bilang sangat rajin jadi lumayan rajin saja. membaca apapun pasti saya lahap. Mulai dari membaca teori manapun yang ada dibuku, filsafat, komik, koran, majalah, internet, pamflet sampai dengan harian yang ada di solat jumatpun saya baca. Sehingga berdampak pada pengetahuan yang ada di otak saya. Bila anda bertanya apapun kepada saya mudah-mudah saya bisa menjawabnya dengan pengetahuan yang saya dapat dari membaca.
Hal tersebut membuat dalam mengerjakan sebuah ujian tertulis saya selalu mencantumkan nama dari seorang ahli. Misalnya ada pertanyaan “apa unsur-unsur manajemen?”, kemudian saya menjawab POSDCoRB (Luther gullick).
Saya sering kagum kepada seseorang yang mempunyai wawasan yang luas, karena seseorang yang mempunyai wawasan yang luas enak diajak ngobrol dan pastinya nyambung kalau diajak ngobrol. Tidak jarang saya mengutip kata-kata orang yang berdiskusi dengan saya karena wawasannya. Pada suatu hari, ketika saya sedang berkuliah, saya di ajar oleh dosen yang sudah ter-stereotip dikalangan mahasiswa sebagai dosen yang cerdas, pengetahuan luas, dan mempunyai pemikiran yang oke punya. Sehingga saya hormat kepadanya. Beliau pada saat itu mengajarkan tentang eksistensi manusia dan mengutip Descartes “Aku hidup maka aku ada”.
Saya sedikit bingung. Setau saya kata Descartes itu bilangnya “Aku berfikir maka aku ada”. Oleh sebab itu saya bertanya dan menanggapi pernyataan itu dosen. Namun ketika saya kritik beliau malah bilang coba lebih banyak membaca ya nak. (Buseeeetttt! Gue udah sering banget baca pak *dalem hati). Kemudian karena beliau sudah ter-stereotipkan sebagai dosen yang cerdas, pengetahuan luas dan pemikiran oke punya akhirnya sayapun percaya kepada beliau dengan argumentasinya. Mungkin memang saya yang salah dan saya memutuskan mempercayai beliau.
Saya mengikuti sebuah organisasi dan organisasi yang saya ikuti aktif berdiskusi. Setiap minggu pasti ada diskusi entah itu formal atau informal. Pada suatu ketika dalam sebuah diskusi tentang filsafat manusia, saya mengutip dengan kerennya kata-kata descartes “aku hidup maka aku ada”. Kemudian ada adek kelas saya yang bilang.

“salah tuh bang kutipannya bukannya yang bener aku berfikir maka aku ada, rajin baca dong bang. Gimana sih” kata junior gue

JLEEEEBBBB! BANGEEETTT GUE, di gituin sama junior rasanya jatoh banget harga diri.

“hah? Bener kok kutipan gue (saya ikutin kata dosen yang terkenal akan kepintarannya)” kata saya dengan percaya diri.

“yaudah coba search di mbah google deh bang” kata junior.

“oke”

Akhirnya saya searching di google, dan ternyata hasil yang keluar kata descartes itu “aku berfikir maka aku ada”. Dengan keluarnya searchingan google alhamdulilah saya nambah malu karena saya yang salah dan junior yang bener. Tapi tidak apa-apa karena berawal dari kesalahan saya menemukan kebenaran.
Namun, hal yang saya sesalkan yaitu saya tidak mencoba mencari kebenarannya langsung. Saya langsung dan memang terlalu percaya kepada seseorang yang sudah terstereotipkan dengan pengetahuannya yang luas, orangnya yang cerdas dan pemikirannya yang oke punya. Coba kalo waktu itu saya langsung search di google dan nemuin yang benernya. Pasti saya ga akan malu waktu diskusi dan jadi orang yang keren.

0 comments:

Posting Komentar